Senin, 09 Juni 2014

BAB 4 PERILAKU MENYIMPANG DAN PENGENDALIAN SOSIAL


A. Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang

     Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat di mana ia tinggal. Boleh dikatakan bahwa penyimpangan (deviation) merupakan segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat.

Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang, di antaranya adalah:
  1. Teori anomie,
    dipelopori oleh Robert K. Merton (1965), teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang merupakan cerminan tidak adanya kaitan antara aspirasi yang ditetapkan kebudayaan dan cara yang dibenarkan oleh struktur sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurutnya, struktur ssial menghasilkan tekanan ke arah anomi  (stain forward anomie) dan perilaku menyimpang.
  2. Teori labelling,
    dipelopori oleh Edwin M. Lemert (1951), menyatakan bahwa seseorang menjadi memiliki perilaku menyimpang karena proses labelling atau pemberian cap, julukan, etiket negatif yang diberikan masyarakat kepada orang tersebut.
  3. Teori differential association,
    dipelopori oleh Edwin H. Sutherland (1981), menyatakan bahwa penyimpangan bersumber pada differential association atau pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya. Melalui proses belajar ini, seseorang dapat mempelajari suatu sub kebdayaan menyimpang (deviant sub culture).
     Perilaku menyimpang dapat dikatakan sebagai hasil sosialisasi tidak semputna, sebab tidak semua agen sosialisasi mampu menjalankan fungsinya dengan baik sehingga proses sosialisasi juga tidak berhasil dengan baik. Dalam kerangka ini, perilaku menyimpang disebabkan oleh proses sosialisasi yang tidak sempurna.

     Perilaku menyimpang juga dapat dikatakan sebagai hasil sosialisasi nilai sub kebudayaan ayng menyimpang sebab penyimpangan ini dipicu oleh proses sosialisasi dari kelompok atau golongan masyarakat yang memiliki nilai atau kebudayaan menyimpang, seperti kelompok pencopet, koruptor, atau penjudi.


B. Jenis Perilaku Menyimpang

     Menurut Edwin M. Lemert (1951), perilaku menyimpang dibedakan atas dua bentuk:
  • penyimpangan primer (primary deviation),
    penyimpangan yang dilakukan seseorang tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan jenis ini bersifat sementara, tidak dilakukan secara berulang, dan masih dapat ditoleransi oleh masyarakat.
  • penyimpangan sekunder (secondary deviation),
    penyimpangan secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang yang telah dilakukannya berulang-ulang. Penympangan jenis ini tidak dapat ditoleransi oleh masyarakat, sebab sudah mengarah pada kriminalitas atau tindak kejahatan.
Berdasarkan sifatnya, perilaku menyimpang dibedakan atas dua jenis, yaitu:
  • penyimpangan positif,
    merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, namun pada akhirnya membawa dampak positif pada masyarakat, seperti mengandung unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif.
  • penyimpangan negatif,
    merupakan perbuatan yang memang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dan berakibat buruk serta mengganggu sistem sosial. biasanya pelaku bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah.
Light, Keller dan Callhoun membagi kejahatan dalam 4 tipe, yaitu:
  1. Kejahatan tanpa korban (crime without victim),
    kejahatan ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindakan pidana orang lain. Contohnya perbuatan judi, mabuk-mabukan. Meski tidak membawa korban, namun perilaku tersebut tetap termasuk perilaku menyimpang dalam sistem sosial.
  2. Kejahatan terorganisasi (organized crime),
    pelaku kejahatan meupakan golongan yang sengaja secara kontinu melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum.
  3. Kejahatan kerah putih (white collar crime),
    kejahatan ini merupakan tipe kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berkelas tinggi dalam rangka tugas pekerjaannya. Contohnya, sejumlah kasus korupsi yang dilakukan sejumlah pejabat.
  4. Kejahatan korporat (coorporate crime),
    kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan memaksimalkan keuntungan atau menimalkan kerugian.

C. Tipe Adaptasi Perilaku Menyimpang

Menurut Merton, terdapat 4 tipe adaptasi yang dianggap sebagai perilaku menyimpang, yaitu:
  1. Adaptasi inovasi (innovation), adalah perilaku seseorang yang mengikuti tujuan yang ditentukan oleh masyarakat, tetapi memakai cara yang dilarang oleh masyarakat.
  2. Adaptasi ritualisme (ritualism), adalah perilaku seseorang yang telah meninggalkan tujuan budaya, namun berpegang pada cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat.
  3. Adaptasi retreatisme (retreatism), adalah perilaku seseorang yang tidak mengikuti tujuan dan cara yang dikehendaki.
  4. Adaptasi pemberontakan (rebellion), adalah perilaku seseorang yang tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan berupaya menciptakan struktur sosial yang baru.


D. Fungsi Pengendalian Sosial

     Menurut Berger, definisi pengendalian sosial adalah cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Masyarakat berupaya untuk mencegah, mengurangi, maupun menghilangkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga terwujud kembali keseimbangan sosial (social equilibrium).

     Sedangkan Roucek mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana yang di dalamnya individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.

Menurut Koentjaningratan, pengendalian sosial berfungsi:
  • mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma,
  • memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma, 
  • mengembangkan rasa malu,
  • mengembangkan rasa takut,
  • menciptakan sistem hukum.



E. Cara Pengendalian Sosial

  1. Pengendalian sosial melalui institusi dan non-institusi,
    cara pengendalian melalui institusi dilakukan melalui lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat, seperti lembaga pendidikan, hukum, agama, politik, ekonomi, dan keluarga. Sedangkan melalui non-intitusi dilakukan di luar institusi yang ada, misalnya dilakukan oleh individu atau kelompok massa yang tidak saling mengenal, biasanya menggunakan kekerasan dan sifatnya tidak resmi.
  2. Pengendalian sosial melalui lisan, simbolik, dan kekerasan.
    Pengendalian sosial melalui lisan dan simbolik sering juga disebut sebagai cara pengendalian sosial persuasif, yaitu menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai norma yang berlaku. Biasanya dilakukan melalui tulisanm spanduk, iklan layanan masyarakat, atau media yang lain. Sementara cara pengendalian sosial melalui lisan dilakukan dengan mengajak atau membimbing orang menaati norma yang berlaku dengan berbicara langsung dengan bahasa lisan.
    Selain itu terdapat pula pengendalian sosial koersif, yaitu menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekuatan fisik. Tujuannya adalah untuk membuat si pelaku merasa jera dan tidak mengulangi perbuatannya. Sebaiknya cara koersif dilakukan sebagai alternatif terakhir setelah cara pengendalian persuasif dilakukan.
  3. Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman,
    pengendalian sosial melalui imbalan lebih bersifar preventif atau mengalihkan. Seseorang diberikan imbalan atas tindakannya dengan tujuan seseorang tersebut berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Misalnya pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi. Sedangkan pengendali sosial melalui hukuman lebih bersifar represif, tujuannya memulihkan keadaan seperti sebelum pelanggaran terjadi.
     
  4. Pengendalian sosial melalui cara formal dan informal,
    Menurut Horton dan Hunt, cara pengendalian sosial formal adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang juga memiliki peraturan-peraturan resmi, seperti peusahaan, perkumpulan serikat pekerja, atau lembaga peradilan. Biasanya peraturan yang diproduksi lembaga-lembaga ini bersifat tertulis dan sudah distandarisasi.
    Cara pengendaian informal adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok kecil yang akrab dan bersifat tidak resmi, serta tidak memiliki aturan-aturan tertulis, dan biasanya bersifat spontan dan tidak direncanakan. Contohnya, dalam lingkungan keluarga, kelompok teman sepermainan, dan komunitas.
  5. Pengendalian sosial melalui sosialisasi,
    Fromm mengemukakan bahwa jika suatu masyarakat ingin berfungsi efektif, para anggota masyarakat harus berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang mengatur pola hidup masyarakat tersebut. Untuk menuju masyarakat yang berperilaku sesuai dengan nilai dan norma, diperikan proses penanaman nilai dan norma yang disebut sosialisasi.
  6. Pengendalian sosial mealui tekanan sosial,
    Lapiere melihat pengendalian sosial sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu agar diterima ke dalam suatu kelompok. Untuk dapat diterima dalam suatu kelompok tersebut, kita akan selalu berusaha mengikuti nilai dan norma yang berlaku dalam kelompok tersebut.

F. Sifat Pengendalian Sosial

1. Pengendalian Sosial Preventif

     Adalah pengendaian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran, lebih cenderung bersifat pencegahan.

2. Pengendalian Sosial Represif

   Adalah pengendalian sosial yang bertujuan untuk meredakan atau memulihkan keadaan setelah penyimpangan terjadi. Sehingga keadaan dapat kembali seperti semula saat belum terjadi penyimpangan. Beberapa cara dalam pengendalian sosial, diantaranya:
  • desas desus (gosip),
    merupakan kabar yang belum diketahui kebenarannya, biasanya beredar dari mulut ke mulut.
  • teguran,
    merupakan peringatan yang dilakukan secara langsung kepada pelaku pelanggaran, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
  • hukuman,
    adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran secara tertulis maupun tidak. Biasanya diberikan oleh lembaga formal maupun non-formal.
  • pendidikan,
    latar belakang pendidikan seseorang ikut mendukung seseorang tersebut menjadi manusia yang lebih bertanggung-jawab serta enggan melakukan perbuatan menyimpang.
  • agama,
    merupakan pedoman hidup/prinsip dan merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan seseorang. Hal ini membuat seseorang harus senantiasa melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan
  • kekerasan fisik,
    merupakan cara terakhir dari pengendalian sosial, apabila cara lain telah mengalami kegagalan. Namun yang sering terjadi adalah cara ini dipakai tanpa melalui cara pengendalian sosial yang lain terlebih dahulu.

G. Peran Lembaga Pengendalian Sosial

  1. Polisi,
    Tugas polisi tidak sekadar memproses secara hukum untuk kemudian diserahkan kepada pengadilan, seperti halnya penangkapan, pemeriksaan, serta penyidikan semata. Namun, lebih dari itu polisi juga berperan dalam memberikan penyuluhan kepada pelaku menyimpang demi memeilhara keamanan dan ketertiban Negara.
  2. Pengadilan,
    Tugas pengadilan adalah mengadili dan menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan si pelaku. Hukuman dapat berupa denda, pidana penjara, bahkan hukuman mati. Pengadilan hendaknya membuat seseorang berhati-hati dalam bertingkah laku sehingga tidak terjadi penyimpangan yang membuatnya menjadi pesakitan pengadilan dan kehilangan nama baik.
  3. Adat,
    Hukum adat biasanya dimiliki oleh lembaga atau pranata sosial dalam masyarakat tradisonal. Tujuannya untuk mengatur perilaku anggota masyarakatnya agar tidak menyalahi tradisi yang sudah dilakukan turun temurun. Orang yang melanggat hukum adat biasanya menerima hukuman yang berat, seperti diusir atau dikucilkan oleh masyarakat sekitar.
  4. Tokoh Masyarakat,
    adalah sesseorang yang dianggap memiliki kharisma dan pengaruh yang luas terhadap masyarakat di sekitarnya. Biasanya tokoh agama memiliki wibawa, pengaruh, kemampuan, pengetahuan, serta pengalaman lebih daripada masyarakat lain. Ia diharapkan dapat memberikan nasihat, bimbingan, petunjuk, serta keteladanan juga membantu menyelesaikan perilaku menyimpang yang meresahkan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar